Alhamdulillah, kita sebentar lagi akan memasuki bulan suci Ramadhan yang mulia itu, bulan yang penuh ampunan, bulan yang ibadah di dalamnya akan dilipatgandakan pahalanya, bulan yang Allah akan mengampuni siapapun yang mau beristighfar kepada-Nya, bulan yang tidak akan merugi siapapun yang berdo’a di dalamnya, bulan yang dipilih sebagai waktu diturunkannya Al-Qur’an, bulan yang pada setiap malamnya Jibril dulu datang menemui Rasulullah untuk bertadarus bersama, selama sebulan itu setan-setan akan dibelenggu, pintu-pintu Neraka akan ditutup dan pintu-pintu Surga akan dibiarkan terbuka. Masya'Allah, bulan Ramadhan memang bulan yang sangat spesial dan istimewa. Marhaban Ya Ramadhan. Marhaban Ya Syahra ash-Shiyam.
Karena begitu istimewa, jangan sampai Ramadhan ini terlewatkan begitu saja. Karena boleh jadi, kita tidak memperoleh keutamaan apapun melainkan mendapatkan kehinaan serta dijauhkan dari rahmat Allah subhanahu wa ta'ala, na'udzubillah min dzalik. Kita tentu ingat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah memperingatkan,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah naik ke atas mimbar, lalu bersabda: “Amin, amin, amin”, lalu beliau ditanya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ketika engkau naik ke atas mimbar, engkau mengucapkan: “Amin, amin, amin”, kenapa?”, beliau menjawab: “Sesungguhnya Jibril telah mendatangiku, lalu berkata: “Barang siapa yang mendapati bulan Ramadhan lalu tidak diampuni baginya, maka akhirnya dia masuk neraka dan dijauhkan Allah (dari rahmat-Nya), katakanlah: “Amin (Kabulkanlah, Ya Allah)”, maka akupun mengucapkan: “Amin”, lalu Jibril berkata lagi: “Barang siapa mendapati kedua orangtuanya atau salah satunya dan tidak berbakti kepada keduanya, lalu dia mati dan tidak diampuni baginya, maka akhirnya masuk neraka dan dijauhkan Allah (dari rahmat-Nya)”, katakanlah: “Amin”, maka akupun mengucapkan: “Amin”, Jibril berkata lagi: “Barang siapa yang disebutkan namaku disisinya dan dia tidak bershalawat atasku, kemudian dia mati, maka akhirnya masuk neraka dan dijauhkan Allah (dari rahmat-Nya)”, katakanlah: “Amin”, maka akupun mengucapkan: “Amin”.
~ HR. Abu Ya’la (5922), Ibn Hibban (907) dan ath-Thabarani (8127) dengan sanad Hasan (sebagian ulama ada yang menilainya Shahih).
Dalam hadits lain dinyatakan,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang disebutkan namaku di sisinya, lalu dia tidak bershalawat kepadaku. Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang datang kepadanya Bulan Ramadhan kemudian bulan tersebut berlalu sebelum dia diampuni. Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang mendapati kedua orangtuanya lalu keduanya tidak memasukkannya ke dalam surga”
~ HR. Ahmad (2/254), at-Tirmidzi (6/530), al-Qadli Iyadl dalam al-Syifa (2/653), Ibn Hibban (2/132), al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah (3/198), al-Baihaqi dalam ad-Da’awat al-Kabir (153) dan al-Hakim (1/549). Imam al-Tirmidzi berkata: Hadits ini Hasan Gharib. Sedangkan Syekh Syu’aib al-Arna’uth dkk (Tahkik Musnad Ahmad, 12/421) menyebut hadits ini Shahih.
Oleh karena itu, banyak ulama menyebutkan bahwa etika (adab) syar’i yang harus dilakukan pertama kali dalam menyambut bulan suci Ramadhan adalah melakukan persiapan. Kalau kita siap, Insya’allah kita akan sukses dalam menggapai rahmat dan maghfirah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagian ulama lain bahkan menggolongkan langkah persiapan ini sebagai bagian dari mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan barang siapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati (Qs. Al-Hajj: 32).
Hal utama yang harus kita persiapkan tentunya ialah dengan mendalami ilmunya dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya. Karena kita tahu, beramal dan beribadah yang tidak disertai dengan ilmu maka akan tertolak. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Kitab “Matn Zubad fi Ilmi al-Fiqhi ala Madzhab al-Syafi’i” karya al-Syeikh Ahmad ibn Raslan asy-Syafi’i (w. 844 H), beliau mengatakan dalam sebuah nadzam yang masyhur,
“Setiap yang beramal tanpa ilmu, maka amalan-amalannya tertolak dan tidak akan diterima”
Alhamdulillah, tahun lalu kami bersama-sama dengan kakak kami telah menulis Fikih Praktis Puasa bagian satu dan bagian dua. Silakan dirujuk kembali kalau memang diperlukan.
Selain ilmu, hal lain yang perlu disiapkan ialah semangat beribadah. Mumpung masih diberi kesempatan untuk berjumpa dengan bulan yang istimewa ini, sudah seyogyanya kita tingkatkan amal ibadah kita. Rasulullah sendiri sebagai sosok yang paling mulia dan sudah dijamin akan kemaksumannya, ketika datang bulan suci Ramadhan beliau mengencangkan kain bajunya sebagai isyarat kesungguhan dalam ibadah hingga tak sempat mendatangi istri-istrinya.
Dari A’isyah, istri Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam saat memasuki Bulan Ramadhan, beliau mengencangkan kain bajunya, kemudian beliau tidak mendatangi alas tidurnya sampai berlalunya (Ramadhan itu).”
~ HR. Ibn Huzaimah (2211) dan Ibn ‘Adi dalam al-Kamil (5/1769). Al-Hafidz as-Suyuthi menyatakan hadits ini Hasan (Jami’ al-Shaghir, 6678), sedangkan al-Albani menyatakan sanadnya Shahih (Shahih Ibn Hizaimah, 2216).
Dalam riwayat lain disebutkan,
Dari A’isyah radliyallahu anha, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika memasuki Bulan Ramadhan, maka warna wajahnya akan berubah, shalatnya diperbanyak, lebih merendahkan diri dan bersungguh-sungguh dalam berdoa' serta kelihatan lebih takut dari sebelumnya."
~ HR. Al-Baihaqi dalam Fadla’il al-Auqat (67) dan Syu’ab al-Iman (3625). Oleh al-Hafidz as-Suyuthi, hadits ini dinilai dla’if (al-Tanwir Syarh Jami’ al-Shaghir, 6663), begitu juga penilaian al-Albani dalam Dla’if al-Jami’ (4397).
Kesungguhan dalam beribadah selama bulan Ramadhan juga dilakukan oleh para ulama terdahulu. Dikisahkan oleh Imam al-Qusyairi bahwa,
“Syekh Abu Bakr as-Syibli (w. 330 H)--seorang shufi besar yang zuhd, ketika memasuki bulan suci Ramadhan maka beliau menunjukkan kesungguhan (dalam ibadah) melebihi siapapun pada masanya, lalu dia berkata: Ini merupakan bulan yang diagungkan oleh Rabb-ku, dan aku adalah orang pertama yang mengagungkannya.” (Risalah al-Qusyairiyah, 1/117).
Sebagai pelengkap, kami sisipkan pula beberapa faedah yang insya'Allah bermanfaat dalam menyambut bulan suci Ramadhan ini.
[Faedah ke-1]
[Faedah ke-1]
Disebutkan oleh Imam al-Qurthubi dalam Tafsirnya (16/260), bahwasanya:
Imam Abdurrahman ibn Abdullah al-Mas’udi al-Kufi (w. 160 H) pernah berkata: “Telah sampai kepadaku bahwasanya barang siapa membaca Surah Al-Fath dalam shalat sunnah pada malam pertama Bulan Ramadhan, maka Allah akan menjaganya selama setahun itu”.
Al-Mas’udi ini termasuk tokoh yang faqih, allamah dan ahli hadits. Menurut Imam Ahmad ibn Hanbal dan Ali ibn al-Madini, beliau termasuk rawi yang tsiqah (Siyar A’lam an-Nubala’, 7/94-95). Disebutkan dalam Kanz an-Najah was Surur (69-70), riwayat ini disebutkan oleh Abu Bakr an-Naisaburi, dari Muhammad ibn Abdul Malik, dari Yazid ibn Harun, dari al-Mas’udi. Ternyata faedah ini dikutip pula oleh Syekh Khathib asy-Syirbini dalam Siraj al-Munir (4/59) dari Ibn ‘Adil, serta Syekh Isma’il Haqqi dalam Ruh al-Bayan (9/61) dari Abdullah ibn Mas’ud.
Sebagian ulama menambahkan bahwa tata cara membacanya ialah, shalat sunnah mutlak empat rakaat, pada rakaat pertama setelah Al-Fatihah membaca Al-Fath ayat 1-10; rakaat kedua, ayat 11-16; rakaat ketiga, ayat 17-25; dan pada rakaat keempat, ayat 26-akhir surah.
Perlu dicatat pula bahwa penduduk Madinah juga mengawali malam pertama Bulan Ramadhan dengan surah al-Fath. Disebutkan oleh Imam Muhammad al-Marwazi (w. 294 H), bahwa:
Imam Abu Hazim Salamah ibn Dinar al-Madini (w. 133/135/140/144 H) rahimahullahu ta'ala, syeikh al-Madinah al-Munawwarah, pernah berkata: “Ketika datang Bulan Ramadhan, maka penduduk Madinah mengawali malam pertamanya dengan Inna Fatahna Laka Fathan Mubina (surah Al-Fath).” (Mukhtashar Qiyam al-Lail wa Qiyam Ramadhan, 236)
[Faedah ke-2]
Jikalau memiliki kemampuan dan kesempatan untuk menghabiskan masa Ramadhan di dua Kota Suci (Mekah & Madinah), tentu hal itu merupakan suatu keistimewaan tersendiri. Karena keutamaan beribadah di dua tempat tersebut akan dilipatgandakan dan juga luar biasa suasa batinnya. Imam Hasan al-Bashri (w. 110 H), sang pemuka para tabi’in, pernah berkata:
“Puasa sehari di Mekah sebanding dengan seratus ribu kali, sedekah satu dirham sebanding dengan seratus ribu kali dan setiap kebaikan akan dilipatgandakan menjadi seratus ribu kali.” (Mirqah al-Mafatih Syarh Misykah al-Mashabih, 2/588)
Dalam sebuah riwayat juga disebutkan,
Dari Ibn Umar radliyallahu anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda: “(Puasa) Ramadhan di Makkah lebih utama dari seribu (puasa) Ramadhan di tempat selain Makkah.”
~ HR. Al-Bazzar dalam Kasyf al-Astar (966) dengan sanad yang Hasan (al-Taisir bi Syarh al-Jami’ al-Shaghir, 2/36)
Lebih-lebih bisa menunaikan ibadah umrah pada bulan yang mulai itu. Sebagaimana riwayat hadits shahih,
Dari Ibn Abbas radliyallahu anhuma, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda: “(Pahala) umrah di Bulan Ramadhan menyamai ibadah haji, atau (dalam riwayat lain) ibadah haji bersamaku”.
~ HR. Imam Bukhari (1782; 1863) dan Imam Muslim (1256).
Sekian,
Sekian,
Washallallahu alaihi wa’ala alihi washahbihi wasallam, walhamdulillahi rabbil ‘alamin.
@Abdul Latif Ashadi
0 comments:
Post a Comment