[6] Sholawat Imam Nawawi (w. 676 H) radliyallahu anhu
Sholawat yang mulia ini disebutkan oleh Imam Muhyiddin al-Nawawi (w. 676 H) dalam kitab manasik beliau yang berjudul “al-Idloh fi Manasik al-Hajj wa al-Umroh” saat menerangkan tata-cara menziarahi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau mengatakan bahwa disaat peziarah berdiri dengan posisi mengahadap ke dinding makam dan membelakangi Qiblat, kepalanya harus menunduk dan memejamkan mata karena sungkan sekaligus mengagungkan. Hatinya harus dikosongkan dari pertalian dunia, serta menghadirkan dalam hatinya akan agungnya kedudukan dan derajat sesosok yang sedang di hadapannya, yakni Rasulullah sang kekasih Allah. Kemudian dia mengucapkan salam dan shalawat tadi dengan suara yang tidak begitu keras. Untuk lebih detail tentang etika menziarahi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, silakan dibaca kembali tulisan kami yang secara khusus membahas akan topik itu.
Imam Ibn Hajar al-Haitami (w. 974 H) dalam Hasyiah beliau atas kitab Manasik Imam al-Nawawi tadi, menyebutkan bahwa setelah peziarah membaca shalawat Imam Nawawi ini, Sebagian Ulama’ menganjurkan untuk membaca juga:
Kemudian dilanjutkan membaca:
“Shollallohu ‘alaika ya Rosulalloh” sebanyak 70 kali. Karena ada ucapan dari ulama’-ulama’ terdahulu yang sampai kepada kita yang menyebutkan bahwa barang siapa yang membaca shalawat tadi maka akan ada Malaikat yang menyerunya:
“Allah merahmatimu, Ya Fulan. Tidak akan ada yang gugur (=gagal) untukmu pada hari ini satu hajatpun”.
 |
| Sorban Rasulullah shallallahu alaihi wasallam |
[7] Sholawat Imam Ahmad al-Rifa’i (w. 578 H) radliyallahu anhu
Shalawat ini dikutip oleh Sayyidi al-Waliy al-Syeikh ‘Izzuddin Ahmad al-Shoyad al-Rifa’i dalam kitab beliau yang berjudul “Al-Ma’arif al-Muhammadiyah wal-Wadlo’if al-Ahmadiyah” dan beliau nisbatkan kepada Quthb al-Zaman wa Bahr al-‘Irfan Sayyidina Abi al-‘Alamin Ahmad al-Rifa’i qoddasa Allah sirrohu. Salah satu awrod beliau adalah shalawat ini yang dikenal juga dengan nama “Jauharoh al-Asror”, yang termasuk mujarrob dan sangat terkenal di kalangan ahli Kamal dari para mursyid Thoriqoh al-Rifa’iyah, serta melanggengkannya termasuk sebaik-baik wasilah untuk memperoleh derajat yang tinggi dan makna-makna rahasia nan tersembunyi (معاني الأسرار الخفية) dari arah al-Hadlroh al-Nabawiyah.
[8] Sholawat Imam Ahmad Badawi (w. 675 H) radliyallahu anhu
[1]
[2]
Kedua shalawat ini adalah susunan Quthb al-Aqthob Sayyidi Ahmad al-Badawi (w. 675 H) nafa’anallah bihi. Terkait shalawat yang pertama, Sayyidi Ahmad al-Showi (w. 1241 H) mengatakan bahwa sebagian Ulama’ pernah menyebutkan jikalau shalawat ini dibaca tujuh kali setelah setiap Shalat, dan setiap 100 kali dari shalawat ini sebanding dengan 33 kali dari Dala’il al-Khoirot.
Al-‘Allamah al-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (w. 1304 H), seorang Mufti Syafi’iyah di Mekah al-Mukarromah, dalam Majmu’ah beliau yang berisi tentang sejumlah shalawat berserta faidah-faidahnya dan mengandung kilasan tentang tashawwuf, menyebutkan bahwa banyak dari kalangan al-‘Arifin yang mengatakan sesungguhnya shalawat dari Sayyidi Ahmad al-Badawi ini merupakan sebab untuk memperoleh banyaknya anwar (cahaya) dan tersingkapnya beberapa asror (rahasia), serta termasuk sebab yang paling agung dalam menghubungkan dengan Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam keadaan mimpi maupun terjaga. Mereka -para al-‘Arifun- menyebutkan bahwa dengan membacanya tiga kali maka sebanding dengan membaca Dala’il al-Khoirot.
Sedangkan shalawat Imam Ahmad al-Badawi yang kedua, sesuai apa yang disebutkan oleh al-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dalam Majmu’ah beliau tadi, bahwa shalawat ini sangat mujarrob untuk tercapainya berbagai hajat, terbukanya berbagai kesusahan, menolak berbagai bencana, tercapainya berbagai anwar dan asror, bahkan mujarrob untuk segala sesuatu. Dan bilangan wiridnya adalah 100 kali setiap harinya.
[9] Sholawat al-Nur al-Dzatiy dari Syeikh Abi al-Hasan al-Syadzili (w. 656 H)
Sayyidi Ahmad al-Showi (w. 1241 H) mengatkan bahwa shalawat ini adalah susunan dari Syeikh al-Quthb Sayyidi Abi al-Hasan al-Syadzili rodliyallahu anhu, dan jika dibaca sekali saja maka seperti membaca seribu shalawat. Sedangkan menurut Sayyidi al-Syeikh Ahmad al-Mallawi, shalawat ini serupa dengan 10 ribu shalawat.
[10] Sholawat al-Adzimiyah
Shalawat ini merupakan gubahan al-Syiekh al-‘Arif al-Kabir al-Waliy al-Syahir Sayyidi Ahmad bin Idris (w. 1253 H), pendiri Thoriqoh al-Idrisiyah yang merupakan cabang dari Thoriqoh al-Syadziliyah, yang beliau menerimanya secara lisan (talqin) langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan tanpa perantara pada satu kesempatan, dan pada kesempatan yang lain beliau menerimanya melalui perantara Sayyidina Khidlr alaihis salam. Syeikh Yusuf al-Nabhani (w. 1350 H), penulis “Afdlol al-Sholawat ‘ala Sayyid al-Sadat”, mendapatkan cerita dari al-Syeikh al-Kamil al-‘Alim al-‘Amil Sayyidi Isma’il al-Nawwab yang mukim di Mekah, dari guru beliau, Barokah al-Wujud Sayyidi al-Syeikh Ibrohim al-Rasyid, dari guru beliau, al-Ustadz al-A’dzom Sayyidina Ahmad bin Idris, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menalqin beliau wirid-wirid thoriqoh al-Syadziliyah dan memberinya beberapa wirid lain yang agung serta thoriqoh lain yang khusus.
----- Untuk kembali ke bagian sebelumnya, silakan klik BAGIAN-1.
0 comments:
Post a Comment