Sering sekali terjadi perdebatan dan perselisihan terkait aliran perbedaan (baca: madzhab) dalam fiqh (yurisprudensi Islam) maupun dalam aqidah (tauhid islam). Akan tetapi, kita jarang sekali bahkan tidak pernah menyinggung perbedaan yang menyangkut madzhab dalam qiro’ah (variasi bacaan Al-Qur’an). Padahal di dalam tata cara membaca Al-Qur’an, kita mengenal sedikitnya tujuh -yang kemudian disebut al-Qiro’ah al-Sab’ah- atau sepuluh madzhab -yang disebut al-Qiro’ah al-‘Asyaroh- yang secara sah boleh bahkan harus diikuti, bahkan haram jika memakai qiro’ah di luar mereka. Diantara sekian madzhab qiro’ah tadi, yang diikuti dan dipraktekkan oleh mayoritas umat Islam adalah qiro’ah versi Imam ‘Ashim ibn Abi al-Najud (w. 127 H) dengan riwayah dari Abu ‘Amr Hafsh ibn Sulaiman (w. 180 H). Anehnya, tidak ada diantara kita -bahkan dari kalangan anti-madzhab- yang mempersoalkan kenapa kita fanatik (dan mempraktekkan) hanya kepada satu madzhab qiro’ah saja, dan kenapa kita tidak meneliti masing-masing dari versi qiro’ah itu untuk dipilih mana yang dianggap lebih shohih atau lebih kuat dasarnya. Hal ini tidak lain membuktikan bahwa perbedaan (variasi madzhab) adalah suatu keniscayaan dalam Islam, dan diakui keberadaannya sebagai bagian dari Agama Islam itu sendiri. Tak mengherankan jika para ulama’ terdahulu selalu berpedoman kepada “ikhtilaf al-a’immah rohmah al-ummah” yang bearti perbedaan diantara para imam merupakan rahmat bagi umat.
Tentang variasi Qiro’at al-Qur’an, para ulama’ membaginya ke dalam dua jenis: Qiro’at Mutawatiroh dan Syadzdzah.
Qiro’ah Mutawatiroh
Suatu qiro’ah bisa disebut mutawatiroh jika memenuhi tiga syarat:
1. موافقة وجه صحيح في اللغة العربية
- Sesuai dengan kaidah bahasa Arab yang benar, dalam arti sesuai dengan kaidah dan pendapat dari kalangan ahli Nahwu
2. موافقة أحد المصاحف التي أرسلها عثمان بن عفان رضي الله عنه للأمصار
- Sesuai dengan salah satu mushaf Ustmani yang dulu pernah dikirim ke pusat-pusat pemerintahan.
3. حصول التواتر
- Diriwayatkan lewat jalur yang sampai pada taraf mutawatir.
Dari ketiga syarat ini, Imam Makki ibn Abi Tholib dan Imam Ibn al-Jazari keberatan dengan syarat yang terakhir, yakni tentang harus sampainya pada taraf mutawatir. Mereka berdua berpendapat bahwa dengan adanya sanad yang shohih serta terkenal (masyhur) sudah dianggap cukup untuk menetukan suatu qiro’ah al-Qur’an. Oleh karenanya, Imam Ibn al-Jazari (w. 833 H) dalam kitabnya Thoibah al-Nasyr (hal: 9) menulis:
Walaupun demikian, mayoritas Qurro’ menganggap ganjil pendapat mereka berdua ini, para ahli qiro’at itu mengatakan tidaklah cukup hanya sanad shohih yang tidak sampai mutawatir walaupun sesuai dengan tulisan (rosm) pada mushaf-mushaf al-Utsmani. Dengan kata lain, taraf mutawatir menjadi syarat keshohihan suatu qiro’ah. Ini adalah pendapat para ahli Ushul, ahli fikih madzhab empat, para ahli hadits dan mayoritas ahli qiro’ah.
Sedangakan qiro’ah Syadzdzah (janggal/menyimpang) adalah semua qiro’ah yang tidak memenuhi ketiga syarat tadi, yaitu kesesuian dengan kaidah bahasa Arab, kesesuaian dengan mushaf al-Utsmani dan diriwayatkan secara mutawatir.
Dari qiro’ah mutawatiroh yang ada, kita mengenal sedikitnya tujuh macam qiro’ah, atau sepuluh qiro’ah jika ditambah dengan tiga qiro’ah lain yang diperselisihkan. Dari masing-masing qiro’ah tadi, dikenal istilah Imam (peletak dasar/penyusun awal suatu qiro’ah), Rowi (orang yang meriwayatkan suatu qiro’ah dari Imam, baik secara langsung maupun dengan perantara) dan Thoriq (orang yang meriwayatkan qiro’ah setelah rowi). Berikut penjelasan singkat masing-masing qiro’ah yang diakui (mu’tabaroh/matawatiroh):
1. Qiro’ah Imam Nafi’
Bernama lengkap al-Imam Abu Ruwaim Nafi’ ibn Abdirrohman ibn Abi Nu’aim al-Laitsi a-Kanani al-Madani (70 – 169 H). Beliau kelahiran Asbahan (atau Asfahan) yang kemudian menjadi imam qiro’ah di Madinah. Secara fisik, beliau berkulit hitam legam. Beliau juga suka bersenda gurau dan dihiasi dengan akhlak yang mulia. Beliau mengajar qiro’ah di Madinah selama lebih dari 70 tahun dan menjadi imam di Masjid Nabawi selama 60 tahun setelah wafatnya Abu Ja’far Yazid al-Madani. Beliau belajar kepada lebih dari 70 pemuka dari kalangan Tabi’in, diantaranya ialah Abdurrahman ibn Hurmuz al-A’roj, Abi Ja’far Yazid ibn al-Qo’qo’, Syaibah ibn Nasshoh, Yazid ibn Ruman, Muslim ibn Jundub, Sholih ibn Khowwat, al-Ashbagh ibn Abdul Aziz al-Nahwi, Abdurrahman ibn al-Qosim ibn Muhammad ibn Abi Bakr al-Shiddiq, al-Zuhri dll. Sedangkan murid-murid beliau tak terbilang jumlahnya karena saking banyaknya, termasuk dari Madinah, Syam, Mesir dan wilayah-wilayah Islam yang lain.
Imam Malik ibn Anas pernah berkata bahwa qiro’ah penduduk Madinah (qiro’ahnya Imam Nafi’) adalah sunnah. Abdullah ibn Imam Ahmad ibn Hanbal pernah bertanya kepada bapaknya tentang qiro’ah mana yang paling beliau sukai, beliau menjawab: qiro’ah ahli Madinah. Jika tidak ada maka qiro’ah Imam ‘Ashim. Salah satu karomah beliau ialah ketika beliau berbicara, maka tercium bau misk dari mulut beliau, padahal beliau tidak memakai wewangian apa pun. Beliau juga sering membaca al-Qur’an di hadapan Nabi shollallohu alaihi wasallam di waktu tidur beliau, alias dalam mimpi. Salah satu muridnya, yakni Qolun, bersaksi bahwa beliau termasuk orang yang paling suci akhlaknya, paling bagus bacaannya, dan termasuk orang yang zuhud lagi dermawan.
Imam Yahya ibn Ma’in menilai beliau termasuk seorang yang tsiqqoh. Begitu juga Abu Hatim menilainya sebagai shoduq. Sedangkan al-Nasa’i menganggapnya laisa bihi ba’s (tidak bermasalah). Walaupun begitu, sesuai penelitian Imam al-Dzahabi (w. 748 H), tidak ada satu pun hadits yang diriwayatkan oleh beliau yang dicatat dalam al-Kutub al-Sittah. Beliau wafat pada tahun 169 H. Sebelum wafat, anak-anaknya meminta wasiat kepada beliau, beliau pun berwasiat:
“Maka, bertakwalah kalian kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesama kalian; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu semua termasuk orang-orang yang beriman” (QS. Al-Anfal: 1).
Diantara Rowi yang paling terkenal yang meriwayatkan qiro’ah dari beliau dengan tanpa perantara adalah Qolun dan Warasy.
[a] Qolun, bernama lengkap Abu Musa Isa ibn Mina ibn Wirdan ibn Abdushshamad ibn Umar ibn Abdullah az-Zarqa (120 – 220 H). Beliau mendapatkan gelar Qalun yang dalam bahasa romawi berarti baik karena ia sangat baik dalam membaca qira'at al-Qur'an. Beliau belajar kepada Imam Nafi’ sejak tahun 150 H dan berlangsung selama 20 tahun. Imam Nafi’ sering memperlakukan secara khusus kepada beliau, karena beliau adalah anak tiri (robib) dari Imam Nafi’. Imam Nafi’ sendiri juga yang menjuluki beliau dengan sebutan Qolun. Ada sesuatu hal yang aneh dan unik dari diri beliau, beliau itu termasuk orang yang tuli bahkan tidak bisa mendengar suara terompet sekalipun. Akan tetapi ketika ada orang belajar membaca al-Qur’an dihadapan beliau, beliau cukup melihat gerak gerik mulut orang tersebut untuk mengoreksi mana yang keliru dan mana yang salah. Diantara thoriq yang terkenal dari beliau ialah Abu Nasyith Muhammad ibn Harun ibn Ibrahim (w. 258 H) dari Baghdad, Ahmad ibn Qolun -putra beliau sendiri, dan Abu al-Hasan Ahmad ibn Yazid al-Halwani (w. 250 H) dikenal dengan sebutan Yazdadz (يزداذ ).
[b] Warosy, bernama lengkap Abu Sa'id Utsman bin Sa'id bin Abdullah bin 'Amru bin Sulaiman, termasuk Syeikh al-Qurro’ di Mesir pada zamannya. Beliau lahir di Mesir pada tahun 110 H/728 M dan wafat di Mesir pada tahun 197 H/812 H. Pada tahun 155 H, beliau pergi ke Madinah untuk belajar qiro’ah kepada Imam Nafi’ sehingga mampu berulangkali menghatamkan al-Qur’an dihadapan gurunya itu. Sang gurulah yang memberikan julukan warasy kepadanya. Disebutkan bahwa beliau memiliki tubuh yang pendek dan sering mengenakan baju yang pendek-pendek. Sehingga ketika berjalan, beliau terengah-engah kelihatan seperti burung. Imam Nafi' pun akhirnya memberikan jululan al-Warasy -salah satu jenis burung yang terkenal-, kepada beliau. Ada juga yang menyebutkan bahwa beliau dijuluki Warosy karena kulitnya yang putih. Karena al-Warasy yang dimaksud disini ialah sesuatu yang putih yang terbuat dari susu. Rowi Warosy mempunyai dua thoriq yang terkenal, yakni Abu Ya’qub Yusuf ibn ‘Amr ibn Yasar al-Madani al-Mishri al-Azroq (w. 240 H) dan Abu Bakr Muhammad ibn Abdirrohim al-Asadi al-Ashfahani (w. 296 H).
2. Qiro’ah Imam Ibn Katsir al-Makki
Beliau bernama lengkap Abu Ma’bad Abdullah ibn Katsir ibn 'Amr ibn Abdullah ibn Zadzan ibn Fairuz ibn Hurmuz al-Dari, atau lebih dikenal sebagai Ibnu Katsir al-Makki. Menurut Imam Bukhori, beliau bernisbat al-Dari karena merujuk kepada Bani Abdud-Dar. Sedangkan menurut Imam al-Dzahabi (w. 748 H), beliau berasal dari Persia dan menjadi penjual minyak (al-Dariy) di Mekah dan Imam al-Ashma’i juga mengakui bahwa beliau emang termasuk penjual minyak. Baliau lahir di Mekkah pada tahun 45 H dan wafat di Mekkah pada tahun 120 H. Beliau termasuk seorang Tabi'in karena meriwayatkan langsung kepada dari para shohabat, diantaranya: Abdullah ibn Zubair, Abu Ayyub al-Anshori, Anas ibn Malik, dan yang lainnya. Beliau mengambil qiro’ah dari Darbas ibn Musa -maula ibn Abbas-, Mujahid ibn Jabr dan Abdullah ibn al-Sa’ib al-Makhzumi. Abdullah ibn al-Sa’ib sendiri mengambil qiro’ah dari Ubay ibn Ka’ab dan Umar ibn al-Khotthob, dan mereka berdua mengambil qiro’ah langsung dari Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam. Menurut Ibn Ma’in, beliau termasuk tsiqqoh. Dan hadits-hadits dari beliau juga dicatat dalam al-Kutub al-Sittah.
Secara fisik, beliau termasuk berbadan tinggi, berkulit coklat/sawo matang dan berjenggot putih. Beliau kelihatan sangat tenang dan berwibawa. Beliau adalah imamnya qiro’ah di Mekah. Diantara murid beliau ialah; Isma’il ibn Abdillah al-Qisth, Isma’il ibn Muslim, Jarir ibn Hazm, al-Harits ibn Qudamah, Hammad ibn Salamah, Kholil ibn Ahmad, Tholhah ibn Amr, Abdul Malik ibn Juraij, Sufyan ibn ‘Uyainah dan masih banyak lagi. Imam Sufyan ibn Uyainah termasuk ulama’ yang hadir dalam sholat jenazah beliau. Diantara Rowi yang meriwayatkan qiro’ah dari beliau dengan perantara dan paling terkenal adalah al-Bazzi dan Qunbul.
[a] al-Bazzi, Ahmad ibn Muhammad ibn Abdullah ibn al-Qasim ibn Nafi' ibn Abi Bazzah. Beliau lahir pada tahun 170 H dan wafat di Mekkah pada tahun 250 H pada umur 80 tahun. Beliau termasuk ahli qiro’at di Mekah dan Muadzin di Masjidil Haram. Beliau belajar qiro’ah dari bapaknya, Abdullah ibn Ziyad, Ikrimah ibn Sulaiman, Wahb ibn Wadlih dan yang lainnya. Sedangkan Ikrimah belajar qiro’ah dari Syibl dari Ibn Katsir. Beliau adalah ulama’ yang meriwayatkan hadits takbir yang dimulai dari akhir surah al-Dluha secara marfu’. Beliau mendengar dari Ikrimah ibn Sulaiman, dari Isma’il ibn Abdillah ibn Qusthonthin al-Qisth, dari Abdullah ibn Katsir al-Makki, dari Mujahid dari Ibn Abbas dari Ubay ibn Ka’b dari Rosulilloh shollallohu alaihi wasallam yang memerintahkan untuk membaca takbir di setiap akhir surah dimulai dari surah al-Dluha. Hadits ini diriwayatkan oleh Hakim dengan sanad yang shohih. Diantara thoriq yang meriwayatkan qiro’ah dari beliau adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Hasan ibn Muhammad al-Mushili (w. 351 H) -penulis Syifa’ al-Shudur dalam tafsir- dan Abu Robi’ah Muhammad ibn Ishaq ibn A’yun ibn Sinan al-Makki (w. 294 H).
[b] Qunbul, Abu ‘Amr Muhammad ibn Abdurrahman ibn Khalid al-Makhzumi. Beliau dijuluki Qunbul karena termasuk Ahli Bait di Mekah yang dikenal sebagai Qonabilah. Walaupun ada juga yang mengatakan berbeda, yaitu dikarenakan beliau sering memakai obat yang bernama Qunbil, setelah banyak dikenal akhirnya dibuang ya’-nya untuk meringankan pengucapannya. Beliau dilahirkan di Mekah tahun 195 H. Beliau belajar qiro’ah dari Abi al-Hasan Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Aun al-Nabbal atau dikenal sebagai al-Qowwas, dari Abi al-Ikhrith Wahb ibn Wadlih maula Abdul Aziz, dari Abi Muhammad Isma’il ibn Abdillah ibn Qusthonthin al-Qisth, dari Syibl ibn ‘Abbad dan Ma’ruf ibn Misykan, mereka berdua dari Imam Ibn Katsir. Murid-murid beliau datang dari berbagai negeri, diantaranya ialah Abu Robi’ah Muhammad ibn Ishaq, Ishaq ibn Ahmad al-Khuza’i, Muhammad ibn Hamdun dan yang lainnya. Beliau dikenal sebagai perawi qira'at yang tsiqah dan adil, serta menjadi Syeikh al-Qurro’ di Hijaz. Beliau wafat pada tahun 291 H. Diantara thoriq yang meriwayatkan qiro’ah dari beliau adalah Abu Isa Bakkar ibn Muhammad ibn Bakkar al-Baghdadi (w. 353 H) dan Abu Bakr Ahmad ibn Musa ibn Mujahid al-Tamimi al-Baghdadi (w. 324 H) -penulis al-Sab’ah fi al-Qiro’at.
Bersambung...
Referensi
طبقات القراء السبعة وذكر مناقبهم وقراءاتهم ، للشيخ عبد الوهاب بن يوسف بن إبراهيم، ابن السَّلَّار الشافعي (المتوفى: 782هـ) ، المحقق: أحمد محمد عزوز ، الناشر: المكتبة العصرية - صيدا بيروت ، الطبعة: الأولى، 1423 هـ - 2003 م معرفة القراء الكبار على الطبقات والأعصار ، للإمام شمس الدين أبو عبد الله محمد بن أحمد بن عثمان بن قَايْماز الذهبي (المتوفى: 748هـ) ، الناشر: دار الكتب العلمية ، الطبعة: الأولى 1417 هـ- 1997م الشامل فى قراءات الأئمة العشر الكوامل من طريقي الشاطبية والدرة ، لـ أ د أحمد عيسى المعصراوي ، ط دار الإمام الشاطبي - القاهرة الكنز في القراءات العشر ، للشيخ أبو محمد، عبد الله بن عبد المؤمن بن الوجيه بن عبد الله بن على ابن المبارك التّاجر الواسطيّ المقرئ تاج الدين ويقال نجم الدين (المتوفى: 741هـ) ، المحقق: د. خالد المشهداني ، الناشر: مكتبة الثقافة الدينية – القاهرة ، الطبعة: الأولى، 1425 هـ - 2004 م مقدمات في علم القراءات ، لمحمد أحمد مفلح القضاة وأحمد خالد شكرى ومحمد خالد منصور ، الناشر: دار عمار - عمان (الأردن) ، الطبعة: الأولى، 1422 هـ - 2001 م
0 comments:
Post a Comment