Dikisahkan bahwa saat Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i (150 – 204 H) menginjak usia 14 tahun atau sekitar tahun 164 H, beliau menuju ke Madinah untuk belajar kepada Imam Malik bin Anas (93 – 179 H). Beliau belajar disana sampai Imam Maliki wafat pada tahun 179 H. Imam Syafi’i juga pernah belajar di Baghdad kepada murid Imam Hanafi, yakni Imam Muhammad bin Hasan al-Syaibani (131 – 189 H) pada tahun 184 H atau saat usia beliau menginjak 34 tahun. Selama beliau disana -ada yang menyebut selama sekitar dua tahun (Al-Syafi’i Hayatuhu wa Ashruhu, 25), disamping belajar terkait Madzhab Hanafi, beliau juga sering mengkritisi dan mendebat pendapat-pendapat gurunya tadi.
Setelah memperoleh ilmu dari para ahli hadits di Madinah dan para pakar logika (ahli ra’yu) di Baghdad, Imam Syafi’i pulang ke Mekah untuk membangun serta mengajarkan ilmu -khususnya fiqh beserta ushulnya- secara mandiri. Pada periode ini, beliau menetap di Mekah selama sekitar 9 tahun. Pada fase ini pula, beliau untuk pertama kalinya bertemu Imam Ahmad bin Hanbal (164 – 241 H) saat musim haji tahun 187 H (Ibn Hanbal Hayatuhu wa Ashruhu, 26). Dari pertemuan itulah Imam Ibn Hanbal disamping menuntut hadits kepada Imam Sufyan bin Uyainah (107 – 198 H) sebagaimana tujuan awalnya ke Mekah, beliau menjadi sangat tertarik untuk belajar fiqh beserta ushulnya, nasikh Al-Qur'an beserta mansukhnya dan yang lainnya kepada Imam Syafi'i rahimahumallah. Sampai akhirnya muncul komentar beliau yang sangat terkenal:
“Para ahli hadits dulunya tidak paham arti yang dikandung suatu hadits itu sendiri, sampai datanglah Imam Syafi’i yang menerangkannya kepada mereka” (Manakib al-Syafi’i, 1/301; Tarikh Damsyiq, 51/345)
Dari kisah singkat di atas dapat disimpulkan bahwa Imam Ahmad bin Hanbal pernah belajar kepada Imam Syafi’i, dan Imam Syafi’i sendiri sebelumnya pernah belajar kepada Imam Maliki. Dari silsilah inilah, ditemukan beberapa hadits-hadits yang sanad periwayatannya melalui tiga imam besar madzhab sekaligus, yakni hadits-hadits yang diriwayatkan melalui Imam Ahmad bin Hanbal dari Imam Syafi’i dari Imam Maliki, lalu bersambung hingga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Berikut ini kami sajikan beberapa hadits nabi yang memiliki sanad istimewa tersebut.
Hadits pertama
Dengan sanad yang sampai kepada Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, beliau berkata: telah menceritakan kepadaku bapakku (Imam Ahmad bin Hanbal), beliau berkata: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Idris al-Syafi’i, mengabarkan kepada kami Malik bin Anas, dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah shalllallahu alaihi wasallam pernah bersabda: “Janganlah sebagian kalian membeli (atau menjual) apa yang sedang dibeli (atau dijual) oleh sebagian yang lain. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga melarang beberapa praktik:
- Al-Najsy, yaitu melebihkan harga barang dagangan yang mengandung unsur penipuan terhadap orang lain (Fath al-Bari 4/355-356).
- Habal al-Habalah, yakni menjual (anak) yang dikandung dalam perut unta. Cara itu merupakan jual beli orang-orang jahiliyyah, yang seseorang membeli sesuatu yang ada di dalam kandungan unta, hingga unta itu melahirkan, lalu anak unta tersebut melahirkan kembali. Al-Hafidz Ibn Hajar (4/357) mengatakan bahwa pengertian yang demikian ini ada di al-Muwattha’ yang berasal dari ucapan Nafi’.
- Al-Muzabanah, yang adalah menjual kurma masak dengan kurma basah dengan timbangan tertentu, atau menjual anggur kering dengan anggur basah dengan timbangan tertentu.
Hadits Kedua
Ahmad bin Hanbal berkata: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Idris al-Syafi’i, beliau berkata: telah mengabarkan kepada kami Malik bin Anas, dari Muhammad bin Yahya bin Habban dan Abi al-Zinad, dari al-A’raj dari Abi Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang praktik mulamasah dan munabadzah.
~ HR. Ahmad dalam al-Musnad (14/501, no. 8935), al-Syafi’i dalam Musnadnya (2/144), al-Bukhari (2144), Muslim (1511), al-Tirmidzi (1310), al-Tirmidzi (1310), al-Nasa’i (4509) dan yang lainnya.
Definisi terkait Mulamasah dan Munabadzah pernah dinyatakan oleh Abu Hurairah sesuai apa yang dicatat oleh al-Nasa’i (4513-4517). Mulamasah ialah menjual kain dengan hanya menyentuh kain tersebut tanpa melihatnya (yaitu dengan suatu syarat misalnya kalau kamu sentuh berarti kamu harus membeli). Sedangkan Munabadzah adalah seseorang melempar pakaiannya sebagai bukti pembelian harus terjadi (dengan mengatakan bila kamu sentuh berarti terjadi transaksi) sebelum orang lain itu menerimanya atau melihatnya.
Hadits Ketiga
Ahmad bin Hanbal berkata: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Idris al-Syafi’i, beliau berkata: telah mengabarkan kepada kami Malik bin Anas, dari Musa bin Abi Tamim dari Sa’id bin Yasar dari Abi Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda: “Dinar dengan dinar dan dirham dengan dirham, tidak boleh ada kelebihan diantara keduanya.”
~ HR. Ahmad dalam al-Musnad (14/502, no. 8936), Malik dalam al-Muwattha’ (2/632), al-Syafi’i dalam Musnadnya (2/157), Muslim (1588), al-Baihaqi (5/278) dan Ibn Hibban (5012).
Bersambung ke BAGIAN-2.
0 comments:
Post a Comment